Ketidakhadiran KPU Disayangkan, Bece: Ini Ajang Pendidikan Politik

Dialog publik Pilkada Banggai 2020 di Hotel Estrella Luwuk, Selasa malam (22/9). [Foto: Istimewa]

SultimNews.info, BANGGAI— Ketua Bawaslu Kabupaten Banggai Abd Bece Junaid sangat mengapresiasi upaya Gen Milenial Banggai dalam meningkatkan kualitas demokrasi dengan membuat dialog publik tentang Pilkada Banggai 2020.

Meski begitu, Bece menyayangkan ketidakhadiran pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banggai di dialog publik yang mengangkat tema “catatan kaki demokrasi menuju Pilkada Banggai 2020” tersebut. Padahal lanjut Bece, kegiatan seperti ini adalah ajang pendidikan politik untuk demokrasi di Kabupaten Banggai menjadi lebih baik. “Dalam arti (dialog publik ini_red) kita bisa mengambil hikmahnya untuk demokrasi kita di kabupaten Banggai,” ucapnya mengawali pembicaraan dialog yang berlangsung di Hotel Estrella Luwuk, Selasa malam (22/9).

Dalam dialog yang dipandu oleh M. Yusuf atau biasa disapa Ryo Ins, itu, Bece menjelaskan, sukses dengan tidaknya demokrasi ada beberapa kriteria. Pertama adalah regulasi. Menurut dia, UU Pilkada saja, lebih banyak kepentingan-kepentingan yang masuk di dalamnya. Ini yang harus diperbaiki. “Siapa yang perbaiki, tentu wakil kita di DPR. Mereka mewakili suara kita, jangan mewakili kelompok tertentu,” tandasnya.

Lalu yang kedua adalah penyelenggara. Dalam UU, penyelangara ada tiga yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP. Hirariki tugas dan fungsinya sudah diatur. “Melenceng sedikit, maka tergelincir,” kata dia.

KPU sudah punya aturan main, silakan jalan. Jangan merembet ke mana-mana. Begitupun dengan Bawaslu. DKPP juga sangat penting—mengawasi penyelenggara KPU dan Bawaslu.

“Penyelengagra sudah disediakan semuanya, ibarat kita jalan saja. Jangan lagi belok kiri atau kanan. Itu yang bahaya. Penyelengagra yang menentukan sukses dan tidaknya demokrasi,” terang Bece.

Kriteria ketiga adalah masyarakat. Sebagai pemilih. UU sudah mengatur yang memilih. Semisal warga negara Indonesia berusia 17 tahun. Boleh di bawah 17 tahun tetapi yang sudah menikah.

Dan kriteria keempat adalah peserta pemilu. “Empat komponen ini harus terpenuhi untuk suksesnya demokrasi dengan baik,” beber Bece.

Dia kembali menerangkan, prinsip Bawaslu ada tiga. Yaitu pencegahan, pengawasan dan penindakan. Prinsi-prinsip itu  berjalan sesuai mekanisme. Bawaslu tidak akan melakukan penindakan sebelum sosialisasi; imbauan dan pedekatan persuasif untuk menjalankan aturan-aturannya. Sebab, sosialiasi itu sebagai bentuk pencegahan.

“Sudah keterlaluan kalau sudah memberikan imbauan tapi tetap masih dilanggar. Setelah dilakukan sosialisasi untuk pencegahan, lalu pengawasan tetapi belum juga diaati barulah kita mengambil langkah penindakan,” tegasnya.

Ada beberapa catatan kaki demokrasi di Kabupaten Banggai yang harus dibenahi bersama. Pertama soal keterlambatan voting day di Pemilu 2019. Ada banyak faktor sehingga terjadi keterlambatan disktribusi logistik tersebut.

Bawaslu sudah bertindak untuk menyikapi masalah tersebut. Pertama dengan menempuh jalur pidana tetapi tidak memenuhi syarat formil dan materil. Tidak sampai disitu, Bawaslu kembali mengeluarkan rekomendasi pelanggaran administrasi ke Bawaslu Sulteng. Dan hasilnya, KPU harus memperbaiki administrasi akibat kelalian yang dilakukan, terutama di 8 kecamatan yang terlambat melakukan pemilihan.

“Kami juga lakukan upaya kode etik dengan mengajukan ke DKPP. Putusannya adalah teguran keras,” beber Bece.

Bece berharap, dengan adanya dialog publik dihadiri oleh organisasi kemasyarakatan dan kemahasiswaan maupun akademisi ini dapat memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat agar dapat demokrasi di Kabupaten Banggai yang berkualitas. (awi)