Disnakertrans Temukan Dugaan TKA Ilegal di Perusahaan Tambang Nikel Siuna

Perusahaan tambang nikel di Siuna, Kecamatan Pagimana. (Foto: Istimewa)

SutimNews.info, BANGGAI- Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Banggai menemukan adanya dugaan tenaga kerja asing (TKA) ilegal di perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Desa Siuna, Kecamatan Pagimana.

Temuan itu dikeluarkan dalam bentuk surat terkait data TKA per tanggal 15 Januari 2021 yanh dikeluarkan Disnakertrans.

Disebutkan dari sejumlah perusahaan yang beraktifitas di Kabupaten Banggai, yang memiliki Ijin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA) total sejumlah 55 TKA. Namun untuk penempatan perusahaan nikel di Desa Siuna tercatat hanya 8 orang. Padahal, informasi yang berkembang menyebutkan jumlah di lapangan melebihi data yang ada.

Dari data Disnakertrans Banggai diketahui pula, ke 8 TKA dengan penempatan Desa Siuna, 3 TKA diantaranya yang berasal dari Negara China telah habis masa berlaku IMTA. Yakni dua TKA di PT Paul Cheng Industri, yaitu Luo Chuntao (masa berakhir IMTA 31 Oktober 2020) dan Ni Ping (masa berakhir IMTA 13 Februari 2020). Serta satu TKA di PT Silver Shield Contruction, yaitu Dong Zhiqiang (masa berakhir 26 November 2020).

Kepala Disnakertrans Banggai, Helena Padeatu, mengungkapkan bahwa dugaan tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya secara menyeluruh dikarenakan masih kurangnya bukti untuk diteruskan ke pihak Imigrasi.

“Jika soal IMTA, bila notifikasi habis itu bisa diperpanjang sesuai kebutuhan pengguna TKA. Dan aturannya untuk perpanjangan, perusahaan dapat mengurus kembali notifikasi perpanjangan untuk tahun berikutnya melalui aplikasi TKA online,” papar Helena Padeatu.

Yang menjadi permasalahan mendasar terkait keberadaan TKA di Siuna, lanjut Kepala Disnakertrans Banggai itu, setidaknya ada dua hal. Yakni pertama, kaitan dengan lokasi kerja yang masih lintas Provinsi. Sehingga perlu identifikasi site untuk memastikan bahwa guna perpanjangan notifikasi IMTA tahun berikutnya, dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing (DKPTKA) harus dialihkan ke kabupaten Banggai.

“Hal itu guna mengenjot PAD kita,” sebutnya.

Permasalahan kedua yang merupakan temuan krusial Disnakertrans Banggai, yakni sebagian TKA yang berada di Siuna, menggunakan jabatan sebagai investor, atau penanam modal, ataupun jabatan Komisaris dan Direksi. Dimana jabatan tersebut sesuai Perpres menjadi pengecualian untuk membayarkan DKPTKA.

“Tapi faktanya di lapangan, para TKA dengan jabatan Investor, komisaris atau Direktur ini malah juga bekerja. Hal ini sudah kami sampaikan juga ke pimpinan keimigrasian dan telah direspon. Namun pihak Imigrasi masih membutuhkan bukti valid berupa dokumentasi untuk membuktikan bahwa para TKA ini ikut bekerja,” kata Helena.

“Karena seorang investor tidak mungkin bekerja langsung di lapangan,” tandas Kepala Disnakertrans Banggai.

Sesuai peraturan pemerintah Republik Indonesia, TKA dilarang untuk menjadi pekerja kasar. TKA hanya boleh mengambil pekerjaan yang memerlukan keahlian (skilled jobs). Jika ada pekerja asing yang bekerja kasar, maka dari mana pun asalnya, sudah pasti itu kasus pelanggaran.

Setidaknya, dalam urusan ini biasanya ada 2 jenis pelanggaran yang bisa dilakukan TKA. Pertama, pelanggaran imigrasi yaitu jika pekerja asing tidak punya izin tinggal atau izin tinggalnya kedaluwarsa (overstayed). Untuk kasus ini, pemeriksaan dan penegakan hukum dilakukan oleh pengawas imigrasi di bawah Kementerian Hukum & HAM.

Jenis pelanggaran kedua adalah jika TKA bekerja di wilayah Indonesia tanpa mengantongi izin kerja. Atau punya izin kerja tapi penggunaannya tidak sesuai dengan izin yang dimiliki. Misalnya, izin kerja Mr. X atas nama PT A dengan jabatan Direktur, tapi kenyataannya yang bersangkutan bekerja sebagai pekerja kasar.

Pemeriksaan dan penegakan hukum untuk pelanggaran semacam ini dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan. Sanksinya, deportasi bagi TKA yang melanggar dan blacklist bagi perusahaan pengguna TKA tersebut.

Sanksi untuk pelanggaran penggunaan TKA telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013. Pemberi kerja TKA yang tidak memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dapat dikenakan hukuman penjara 1- 5 tahun dan denda Rp 100 juta – Rp 400 juta.

Jika jabatan TKA tidak sesuai kompetensi dan/atau pemberi kerja tidak menunjuk TKI pendamping, dapat dikenakan hukuman penjara 1 – 12 bulan dan denda Rp 10 juta – Rp 40 juta.

Jika pemberi kerja tidak melakukan pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (DKPTKA) dan/atau memulangkan TKA setelah masa perjanjian kerja selesai, maka bisa dikenakan sanksi administrasi. Salah satunya pencabutan IMTA. (*/jy)