PT Sawindo Sebut DPRD Banggai Tidak Konsisten

Manajemen PT Sawindo Cemerlang saat menggelar siaran pers, Senin (22/2). (Foto: Istimewa)
BANGGAI, SultimNews.info- Manajemen PT Sawindo Cemerlang meluruskan masalah petani plasma yang dibahas dalam rapat dengar pendapat di kantor DPRD Banggai. Bahkan, DPRD disebut tidak konsisten.
Muh Nur Agama, selaku Ketua Koperasi Sawit Maleo Sejahtera yang merupakan mitra Sawindo mengatakan, bahwa pembayaran telah dilakukan perusahaan atas penyelesaian lahan plasma di perusahaan itu. Beberapa orang yang mengalami keterlambatan atau belum terbayarkan karena adanya beberapa faktor, namun yang utama mereka belum terdaftar dalam SK Bupati.
“Nah, itu yang akhirnya membuat pembayaran mengalami keterlambatan hingga Desember kemarin,” ungkapnya.
Persoalan ini menurut Muh Nur Agama, juga mengalami kendala karena dalam beberapa kali pertemuan dengan masyarakat di DPRD Banggai yang tidak tuntas. Sebab dalam beberapa kali pertemuan atau rapat dengar pendapat pihak DPRD Banggai, kata Nur Agama, tidak konsisten dalam menuntaskan persoalan ini.
Ia menyebutkan bahwa rapat dengar pendapat yang dilaksanakan Komisi II DPRD Banggai selalu berubah materi. Sehingga pembahasan pertama belum tuntas, kemudian di pertemuan selanjutnya para legislator telah mengarahkan pembicaraan ke persoalan lain.
“Konsentrasi kita pada dengar pendapat bulan Januari kemarin, adalah kesepakatan sebelumnya terkait persoalan lahan. Saya kira DPRD tidak konsisten karena tidak mempertanyakan penyelesaian yang telah disepakati sebelumnya, malah lanjut ke persoalan plasma. Sehingga kami juga memilih diam,” pungkasnya.
Josia, selaku Asisten CSR dan Pemitra juga mengungkapkan hal yang sama. Ia menjelaskan pembahasan sebelumnya terkait pembayaran SHU yang belum dilakukan karena menunggu SK Bupati terkait petani plasma.
“Harusnya ini diselesaikan dulu kemudian bahas yang lain,” tandasnya.
Ia menjelaskan bahwa saat ini sudah diselesaikan ratusan SHU para petani plasma, sisanya 100 lebih belum karena adanya beberapa faktor, pertama tumpang tindih alas hak, kemudian ada yang belum menandatangani perjanjian.
“Dari total 600 hektar lahan plasma itu. Kami sudah melakukan verifikasi sekira 400 hektar dan yang sudah lengkap serta siap diajukan itu ada 287,51 hektar,” jelasnya.
Sementara 181 hektar lebih belumt terbayarkan karena belum menyerahkan bukti kepemilikan. Kemudian diajak ke lokasi juga mereka menolak menunjukkan lokasi yang diklaim sebagai miliknya.
“Bagaimana kita mau akomodir jika mereka tidak mau bekerjasama. Saat hearing mereka juga menyatakan menolak menandatangani SPK SPHU,” tandasnya.
Nah, persoalan ini belum terselesaikan sepenuhnya, tiba-tiba Komisi II DPRD Banggai pada pertemuan selanjutnya telah membahas persoalan lain yakni sertifikat hak milik yang ada di dalam HGU. Kami dari pihak perusahaan juga bingung atas pembahasan yang berubah-ubah ini,” tutupnya. (tim)