Katarak masih menjadi penyebab utama kebutaan di Indonesia.

dr. Feby Bantoyot
Kebutaan masih merupakan masalah kesehatan baik secara global maupun nasional. Katarak merupakan penyebab kebutaan utama di dunia (34,47%) setelah itu disusul dengan gangguan refraksi, seperti rabun jauh, rabun dekat, mata silinder yang tidak dikoreksi (20,26%), dan glaukoma (8,30%). Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan sebanyak 42% kasus kebutaan di dunia yang disebabkan oleh katarak berasal dari Asia Tenggara dan Indonesia merupakan negara dengan angka kejadian katarak tertinggi di Asia Tenggara, dengan presentase sebesar 1,5%. Sedangkan di dunia, tingkat kebutaan di Indonesia berada diurutan ketiga dengan presentase sebesar 1,47%.
Di Indonesia, Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan penyebab utama kebutaan yaitu sebesar 77,7% dan diperkirakan insiden katarak sebanyak 0,1% dari jumlah populasi sehingga jumlah kasus baru katarak di Indonesia diperkirakan sebesar 250.000 per tahun. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis dimana sekitar 16 – 22% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun.
Katarak atau yang dikenal dengan kekeruhan lensa mata, berasal dari bahasa yunani (“Katarrhakies”) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak. Sesuai dengan bertambahnya usia, lensa mata bersifat jernih selama masa pertumbuhan hingga usia kurang lebih 45 tahun, setelah itu mulai terjadi progresifitas kekeruhan pada lensa.
Katarak ditandai dengan adanya gangguan penglihatan (kabur atau mendung), penurunan tajam penglihatan secara progresif, membutuhkan lebih banyak cahaya untuk melihat hal-hal yang jelas, rasa silau, perubahan persepsi warna, kurangnya kontras atau penyimpangan warna kekuningan.
Walaupun sebenarnya katarak bisa dialami pada semua umur, tetapi katarak tergantung pada faktor pencetusnya. Beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi kejadian penyakit katarak seperti penuaan, radang mata, trauma mata, diabetes melitus, hipertensi, riwayat keluarga dengan katarak, pemakaian obat minum steroid yang lama, pembedahan mata, merokok, konsumsi minuman beralkohol dan terpajan banyak sinar ultra violet (matahari).
Terjadinya katarak akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Penurunan kualitas hidup penderita katarak ditandai dengan berkurangnya kemampuan seseorang dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu atau terbatasnya aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari. Selain itu, karena mayoritas penderita katarak adalah penderita lanjut usia, sehingga gangguan penglihatan tersebut merupakan faktor yang menyebabkan semakin tingginya resiko terjatuh dan patah tulang pada penderita katarak.
Sebagai salah satu gangguan penglihatan, katarak memiliki implikasi secara multidimensi, antara lain dampak yang berkaitan dengan fisik (penurunan visus mata yang berpengaruh pada tajam penglihatan), dampak mental atau psikologis (emosi yang tidak stabil,depresi, kepuasan dalam menjalani hidup dan rasa bahagia), dampak secara sosial (keterbatasan pada kegiatan sosial dan hubungan dalam bermasyarakat) dan yang terakhir adalah dampak fungsional (hambatan pada mobilitas, aktivitas sehari hari dan kemampuan dalam merawat diri).
Katarak terus berkembang seiring waktu, menyebabkan kerusakan penglihatan secara progresif hingga kebutaan. Kebutaan akibat katarak merupakan kebutaan yang dapat dicegah, yaitu dengan dilakukannya operasi katarak. Operasi katarak merupakan satu-satunya modalitas terapi untuk memperbaiki fungsi penglihatan pada penderita katarak.
Dengan deteksi sedini mungkin dan mengetahui faktor-faktor yang mempangaruhi penyakit katarak, diharapkan dapat meningkatkan pencegahan dalam penurunan jumlah penderita penyakit katarak serta dapat memperbaiki kualitas hidup penderita katarak.