Kajian Hukum Komisi Etik Kasus Marsidin Ribangka diduga Keliru

Mantan Kepala BKAD Banggai, Marsidin Ribangka. [Foto : Istimewa]

LUWUK, LUWUK POST — Nasib mantan Kepala BKAD Banggai Marsidin Ribangka ibarat kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga.

Sudah setahun lebih nasibnya belum mendapatkan kejelasan sangsi dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Kabupaten Banggai, dalam hal ini Bupati Amirudin.

Dihubungi melalui sambungan telepon, pada Selasa (5/9/2023), Marsidin mengaku bahwa progress permasalahan yang dihadapinya masih belum jelas.

“Belum ada putusan dari Bupati mengenai tindak lanjut hasil sidang komisi kode etik, sehingganya KASN juga belum bisa memberikan rekomendasi,” tandasnya.

Sebagai ASN dan sebagai bawahan dirinya berharap kejelasan kasusnya dapat segera terselesaikan.

“Demi tetap berjalan sesuai dengan koridor tata kelola pemerintahan, kasus tersebut secepatnya selesai. Dan sebagai pribadi saya meminta maaf dan siap menjalani sangsi” tuturnya.

Terpisah, salah satu tokoh kepemudaan, dan aktivis daerah, Iksan Suling turut memberikan tanggapannya terhadap kasus pelanggaran disiplin yang menimpa Marsidin Ribangka.

“Jika saat nanti saudara Marsidin mendapatkan sanksi pelanggaran disiplin berat, dengan konsekuensi turun jabatan, saya menilai komisi etik telah memberikan pertimbangan hukum yang keliru dan prematur,” sebut mantan Ketum HMI Banggai kepada Pewarta, Rabu (6/9/2023).

Apalagi, lanjut Iksan, Bupati Amirudin sejak jauh hari sebelum pelaksanaan Sidang Komisi Kode Etik Marsidin telah memberikan 2 sanksi yang berbeda terhadap 1 pelanggaran, dimana hal ini bertentangan dengan perka BKN nomor 6 tahun 2022.

“SK Bupati tentang pembebasan Sementara dari jabatan kepala BPKAD Marsidin sejak tanggal 12 Juli 2022 hingga hari ini dan Sk dikembalikan sebagai staf adalah bentuk sanksi disiplin berat,” bebernya.

Pada kesempatan ini, jelas Iksan, Ia mempertanyakan kepada BPKSDM khususnya Tim/Majelis Kode Etik apa benar perkataan “sembarang” pada pembicaraan via telepon antara Marsidin dengan sekretaris BPKD yang sifatnya privasi itu telah memenuhi unsur pelanggaran disiplin berat.

“Objek permasalahan harus betul-betul dikaji dan dijelaskan lebih rinci dalam LHP Tim/Majelis Kode Etik sebagaimana di atur perBKN nomor 6 tahun 2022,” imbuhnya.

Iksan mengungkapkan, setahunya, ada sejumlah unsur kategori pelanggaran berat ASN sebagaimana yang diatur dalam PerBKN Nomor 6 Tahun 2022, diantaranya, yakni, merugikan instansi, merugikan daerah serta merugikan negara. “Dari sejumlah unsur itu, mana yang membuat kasus Marsidin memenuhi unsur-unsur pelanggaran berat,” pungkasnya.

Iksan berharap agar kasus Marsidin Ribangka yang telah berlarut-larut dan menyedot perhatian masyarakat ini dapat segera terselesaikan secara adil dan berimbang.

“Saya sangat yakin Bupati Amirudin yang Ketua DMI Banggai pemaaf dan dapat memaklumi kesalahan atau kehilafan bawahannya,” tutupnya. (RED)