Dampak Bullying pada Kesehatan Mental Anak
Bullying (perundungan/penindasan) merupakan perilaku agresif yang berulang-ulang, disengaja, dan menyakitkan terhadap orang lain atau sekelompok orang yang lebih lemah dan tidak dapat membela diri.(Walters GD, 2020)
Di Indonesia kasus bullying banyak terjadi diberbagai tempat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data bahwa sepanjang tahun 2022, setidaknya sudah terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini (BBC News Indonesia,2022). Kemudian data dari penelitian PISA (2018) menyimpulkan bahwa 41% pelajar berusia 15 tahun di Indonesia pernah mengalami bullying, setidaknya beberapa kali dalam sebulan. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa kasus bullying antar siswa hingga kini masih tergolong tinggi.
Klasifikasi bullying : (Maya C,2016)
- Bullying langsung : Fisik (memukul, mendorong, menendang), Verbal (mengejek, mengolok-olok, memaki)
- Bullying Tidak Langsung : cyber (pesan teks/ pesan di media sosial atau email yang menyakitkan)
Tanda-tanda anak yang kemungkinan menjadi korban bullying : (Abaza W,2017)
- Cedera yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya,
- Sering sakit kepala, sakit perut, atau merasa mual
- Perubahan suasana hati (anak yang sebelumnya tampak menyenangkan menjadi pendiam, suka murung dan mudah marah)
- Perubahan kebiasaan makan, baik melewatkan waktu makan atau makan berlebihan
- Kesulitan tidur atau mimpi buruk
- Nilai-nilai menurun, kehilangan minat di sekolah, atau tidak ingin pergi ke sekolah
- Tiba-tiba kehilangan teman atau menghindari situasi sosial
- Pakaian, buku, barang elektronik atau perhiasan yang rusak/hilang.
Dampak bulluing dalam jangka pendek dapat terlihat dengan sangat jelas. Misalnya bullying yang terjadi secara fisik seperti menendang atau memukul dampaknya adalah luka memar pada korban. Tetapi, ada yang lebih buruk dari luka memar, yaitu luka mental. Luka mental pada korban bullying dapat berlangsung sampai korban tumbuh dewasa. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa korban bullying diusia kanak-kanak saat dewasa lebih rentan menjadi penyalahguna dan ketergantungan alkohol, perokok aktif, mengalami depresi, memiliki ide atau percobaan bunuh diri, dan mengalami gangguan mental. (Surilena, 2016)
Semua orang perlu mengetahui dampak bullying tersebut. Terutama orang tua, guru dan anak- anak. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat bagi anak untuk menimba ilmu dan membantu membentuk karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat tumbuhnya praktik-praktik bullying. Perilaku bullying kurang diperhatikan disekolah, karena dinilai tidak memiliki pengaruh besar pada siswanya, padahal siswa tidak dapat belajar apabila berada dalam keadaan tertekan, terancam dan ada yang menindasnya setiap hari. (Bahruddin, 2023)
Menurut UNICEF (2020) ada tiga rekomendasi utama untuk mencegah bullying :
- Memastikan guru melakukan tindakan pendisiplinan yang efektif terhadap pelaku bullying sebagai sanksi dari tindakan kekerasan fisik dan emosional.
- Menerapkan program pencegahan bullying dan kekerasan teman sebaya di sekolah (misalnya menambahkan poin pelanggaran jika terdapat perilaku bullying)
- Mengembangkan kebijakan perlindungan anak termasuk kode etik yang kuat bagi guru dan administrasi sekolah untuk mencegah dan menangani masalah perilaku menyimpang dari pegawai terhadap pegawai lain maupun siswa.
Perilaku bullying adalah sebuah bentuk perilaku yang menyimpang dan berbahaya, sehingga penanganan bullying harus dilakukan secara komprehensif dan intensif. Ajaklah anak atau remaja untuk periksa dan konsultasi ke dokter bila terdapat dampak fisik akibat perilaku bullying seperti luka-luka ditubuh, lebam dan lainnya. Anak atau remaja diajak konsultasi ke psikolog atau psikiater bila dijumpai dampak mental seperti sering mogok sekolah, sulit tidur, sulit konsentrasi, prestasi sekolah menurun, sering mimpi buruk, menjadi cengeng atau pemarah, depresi, cemas dan lainnya.